Ars Erotica dan Scientia Sexualis: bagian 1

Posted

by

Terjemahan dari ringkasan Sparknotes

Ringkasan

Perkembangan diskursus mengenai seks, khususnya pada abad ke-19, berdampak pada menjadikan seks sebagai masalah kebenaran. Seks dilihat sebagai sesuatu yang berbahaya: kenikmatan-kenikmatan yang (dilihat) buruk dapat menjadi ancaman tidak hanya untuk satu orang, tapi masyarakat secara keseluruhan. Mengetahui tentang seks menjadi sesuatu yang penting, tapi sama pentingnya bahwa pengetahuan terkait seks harus berpihak pada moralitas umum. Diskursus yang dipelajari mengenai seks diisi dengan distorsi-distorsi dan kebohongan yang mendukung kemunafikan masyarakat umum terhadap praktik-praktik seksual yang unortodoks. Foucault menyatakan bahwa hampir tidak ada diskursus tentang seks antara studi tentang perilaku seksual manusia dan prosedur ilmiah yang terlibat dalam studi biologis reproduksi tumbuhan dan hewan. Yang ada malah menitikberatkan bias-bias. Pun begitu, Foucault menunjukkan bahwa di dalam perspektif diskursus seperti ini, seks tidak lagi dilihat sebagai objek moralitas, tapi sebagai objek pengetuan, dan [menyoal sekadar memperkarakan] kebenaran/kebohongan.

Barat yang modern bukanlah tempat pertama berkembangnya diskursus tentang kebenaran akan seks. Budaya-budaya Roma, China, Jepang, India, dan dunia Muslim-Arab telah memosisikan seks sebagai objek pengetahuan. Foucault membedakan masyarakat itu ke dalam (kategori) ars erocia atau erotic art sementara Barat ke dalam kategori scientia sexuals atau science of sexuality.

Pengetahuan yang disebarkan oleh ars erotica adalah pengetahuan tentang kenikmatan sensual. Kebenaan ars erotica adalah tentang kenikmatan itu sendiri, bagaimana kenikmatan itu dapat dialami, diintensifikasi, atau dimaksimalkan. Suasana mistik dan kerahasiaan menjadi kekhasan pengetahuan ini; dan hanya dapat disebarkan oleh seorang master berpengalaman (experienced master) kepada seorang pemula/awam (an initiated novice). Tidak ada pertanyaan apakah kenikmatan itu diperbolehkan atau tidak: yang ada hanya pertanyaan tentang kenikmatan-kenikmatan itu sendiri.

Sedangkan scientia sexualis mengurusi pengakuan-pengakuan (confessions) yang didapat dari awam (the unlearned) daripada didapat melalui yang master. Sejak abad pertengahan, Foucault menjelaskan, pengakuan-pengakuan ini telah menjadi sesuatu yang penting. Dalam hukum, kita meminta pengakuan dari para kriminal, di dalam sastra kita menikmatan pengakuan-pengakuan, dalam filsafat kita setapak demi setapak melihat kebenaran sebagai sesuatu yang didapat dari kesadaran sendiri (pengakuan).

Sekarang, pengetahuan itu menjadi aspek yang hadir di mana-mana di keseharian, dan karenanya kita tidak lagi berpikir menyoal kekuasaan yang telah mendorong kita ‘mengaku’. Padahal itu ruang paksaan. Kita didorong untuk berpikir bahwa pengakuan adalah cara mencari kebenaran, bentuk pembebasan dari kekuasaan represif yang membungkam kita. Foucault menulis bahwa kita menjadi ‘subjek-subjek di dalam dua dunia’: kita tunduk pada kekuasaan yang mengharuskan kita melakukan pengakuan dan melalui pengakuan kita melihat diri kita sendiri sebagai subjek yang berpikir, subjek pengakuan.

Analisis

Perbedaan antara ars dan scientia serupa dengan perbedaan akademik antara seni (art) dan ilmu (science). Ilmu memperkarakan dunia yang kita tempati dan seni memperkarakan respons kita terhadapnya. Artinya, sains mencakup serangkaian fakta yang dianggap benar, sekalipun ada tidaknya manusia, sedangkan seni justru membahas respons manusia terhadap pengalaman. Bahasa Yunani eros bermakna denotasi cinta seksual, hasrat, dan kenikmatan (sexual love, desire, & pleasure). Eros mengacu pada seks sebaga fakta sensual, sedangkan sexualis mengacu pada seks sebagai konsep abstrak. Ars erotica berarti fokus pada gambaran besar seks sebagai fenomena manusia, sesuatu yang kita lakukan, yang kita senangi, yang kita hasrati. Scientia sexualis menyoroti aspek seks yang tidak manusiawi (inhuman), fakta bahwa seks adalah bentuk reproduksi yang manusia lakukan sama seperti binatang. Ars erotica berbicara melalui pengalaman personal, sedangkan scientia sexualis berbicara melalui observer.

Baik ars erotica dan scientia sexualis adalah bentuk pengetahuan, dan keduanya memperkarakan terkuaknya suatu rahasia. Pengetahuan ars erotica adalah pengetahuan akan pengalaman sensual, pengetahuan tentang bagaimana rasa yang dihasilkan dari kontak seksual, dan pengetahuan bagaimana mengintensifikasi pengalaman dari kontak itu. Apabila pengetahuan tersebut terdapat dalam buku, maka buku itu seperti The Joy of Sex atau Kama Sutra. Pengetahuan scientia sexualis menyerupai pengetahuan ilmiah. Bersifat intelektual daripada sensual. Tidak menyangkut pengalaman seksual seseorang tapi pengalaman seksual orang lain.

Rahasia dari ars erotica adalah seperti resep rahasia dari seorang master chef. Rahasia itu adalah kebijaksanaan yang harus diteruskan dari master ke murid yang akan menggunakan rahasia itu dengan sebaik-baiknya. Kerahasiaan ars erotica berhubungan dengan kesakralan dan nilainya yang terhormat. Sedangkan rahasia dari scientia sexualis sebaliknya. Bukannya menjadi kebijaksanaan yang diturunkan dari master kepada murid, tapi malah hal-hal yang diambil master dari muridnya. Kerahasiaanya bukan karena bernilai tapi karena memalukan. 

Foucault mencirikan bahwa dunia Barat modern secara umum didefinisikan oleh pengakuan-pengakuan yang dianggap sebagai bentuk pembebasan. Bagi Foucault, konsep pengakuan-pengakuan  itu membentuk konsep modern tentang subjek. Foucault menjelaskan bagaimana pengakuan-pengakuan itu didapat melalui dokter, pekerja pemerintahan, hakim, guru, termasuk orang tua. Utamanya dalam konteks psikiatri dan terapi modern, kita akan melihat bagaimana pengakuan itu dianggap membebaskan, theurapeutic, bebanpun terangkat. Menurut Foucault, pengakuan-pengakuan itu tidak secara inheren membebaskan, tapi kita dipaksa untuk melihat begitu oleh kekuasaan. Begitu banyak aktor kekuasaan itu meminta pengakuan dari kita dengan alasan “for your own good”, sehingga kita pun melihat pengakuan sebagai sesuatu yang bagus. Ide bahwa pengakuan itu terapeutik bukanlah fakta tapi konstruksi budaya. Budaya lain mungkin berpikir bahwa permintaan pengakuan itu koersif daripada membebaskan.

Dorongan untuk membocorkan rahasia tentang diri kita sendiri sebagian besar bertanggung jawab atas konsep modern kita tentang subjektivitas. Kehidupan kita menjadi sesuatu yang harus diteliti dan dibicarakan. Menjadi objek pengetahuan dan rahasia kotor. “Aku” yang aku bicarakan bukan lagi sesuatu yang transparan.Tapi menjadi misteri bahkan untuk aku sendiri, menjadi sesuatu yag musti digali melalui kesadaranku. Foucault mengidentifikasi ini sebagai permasalahan filsafat modern. Foucault menunjukkan filsafat modern a la Descartes I think therefore I am lalu filsafat kritis yang dibahas Kant: yang merekomendasikan mempelajari fakultas kognitif daripada metafisik abstrak: lalu mempelajari fenomenologi/eksistensialisme abad ke-20an yang fokusnya pada pengalaman dan kesadaran. Namun, analisisnya tidak memberikan penjelasan atas peralihan ke logika dari psikologi ke dalam filsafat analitik, atau upaya para pragmatis untuk memecah perbedaan subjek/objek. Menurut Foucault, pengakuan telah membuat kita tunduk pada kekuatan untuk mengekstraksi pengakuan dari diri kita dan sekligus membuat kita sadar akan subjektivitas kita sendiri. Inilah yang dia maksudkan ketika dia mengatakan bahwa kita telah menjadi “subyek dalam kedua arti” “subjects in both senses of the word”.


Feautured image: http://www.sutrajournal.com/how-deepest-tantra-saves-the-world-part-one-stuart-sovasky


error: Sorry, content is protected!