Sumber: https://www.bbc.com/indonesia/vert-tra-56854166

Memahami Peran Bissu dalam Tradisi Bugis

Posted

by

Suku Bugis merupakan salah satu komunitas adat di Sulawesi Selatan. Dalam bentangan sejarahnya, masyarakat Bugis memiliki kepercayaan terhadap To PalanroE sebagai dewa tertingginya. Kepercayaan ini disebut Attoriolong yang mempunyai arti “mengikuti tata cara leluhur.” Melalui Attoriolong lah masyarakat Bugis mempelajari sekaligus mewariskan nilai-nilai, aturan-aturan, dan norma-norma terkait keseharian kehidupan bermasyarakat (Abdullah, 1985).

Dalam Attoriolong dijelaskan Bissu sebagai penghubung komunikasi antara langit dan bumi. Bissu adalah manusia yang dianggapnya tidak memiliki gender dalam konteks biner seperti perempuan atau laki-laki. Mereka dianggap dewa yang mampu menguasai Basa Torilangi, yaitu bahasa langit yang hanya dimengerti oleh seorang Bissu. Maka Bissu benar-benar memiliki peran penting dalam masyarakat Bugis sebagaimana dewa yang dipercaya mampu menyebar kebaikan mengatur semesta.

Dalam kitab I La Galigo dijelaskan bahwa Bissu hadir bersamaan dengan legenda Batara Guru, di mana seorang manusia Bugis turun dari dunia atas (botinglangi) ke dunia bawah (bori’liung) untuk menemui istrinya We Nyili Timo. Bissu yang bernama Lae-lae lah yang membantu Batara Guru di bumi sekaligus membantu Batara Guru menetapkan ragam aturan dan norma di bumi. Kepercayaan ini juga menjadikan masyarakat Bugis meyakini bahwa Bissu muncul seiring dengan kelahirannya suku Bugis (Kern, 1993).

Di era kerajaan Bugis Kuno, Bissu juga berperan sebagai penasihat Raja dalam bidang spiritualitas (Makkulau, 2007). Secara spesifik juga Bissu memiliki kewenangan dalam menobatkan calon bahkan raja. Do’a hingga nasihat Bissu dianggap sangat penting dan seringkali keputusan raja juga dipertimbangkan berdasarkan persetujuan dan pertimbangan dari seorang Bissu. Ragam tradisi dianggap berhasil atau lengkap manakala hadir seorang Bissu sebagai sosok penting di dalam rangkaian ritualnya, seperti upacara pernikahan, syukuran kehamilan dan kelahiran, hingga urusan kematian.

Terdapat peran dan tugas Bissu di suku Bugis (Latief, 2004), yaitu:

Pertama, Puang Matowa merupakan Bissu yang menduduki lapisan tertinggi dalam komunitas Bissu. Ia diangkat oleh masyarakat dan disahkan sebagai pimpinan Bissu oleh raja. Puang Matowa bertugas merawat dan menjaga pusaka kerajaan serta memberikan pelayanan kepada keluarga kerajaan. Karena tugasnya ini, seluruh biaya hidup Puang Matowa ditanggung oleh kerajaan. Puang Matowa bertempat tinggal di Bola Arajang, yakni rumah tempat untuk menyimpan pusaka kerajaan. Dalam upacara-upacara tradisi Puang Matowa sebagai pimpinan Bissu, harus selalu hadir. Jika Puang Matowa berhalangan hadir dalam suatu upacara, maka ia akan digantikan oleh Puang Lolo, yang kedudukannya di bawah Puang Matowa.

Kedua, Puang Lolo, yaitu Bissu yang kedudukannya di bawah Puang Matowa. Seringkali dianggap sebagai wakil dari Puang Matowa yang memiliki keahlian serupa. Pelantikan Puang Lolo dilakukan bersamaan dengan pelantikan Puang Matowa, karena Puang Lolo pun dipilih oleh rakyat dan dilantik oleh raja. Puang Lolo inilah yang akan menggantikan Puang Matowa menjadi Bissu, bila Puang Matowa meninggal dunia. 

Ketiga, Bissu Tantre adalah Bissu yang mempunyai kecerdasan tinggi diperlihatkan dari pengajaran dan ilmu-ilmu yang diturunkan oleh Puang Matowa cepat diserap oleh Bissu Tantre.

Keempat, Bissu Poncok adalah Bissu yang menempati strata terendah karena dianggap derajat pengetahuan dan keterampilan rendah. Bissu Poncok memiliki kemampuan terbatas (rendah) untuk menyerap ilmu dan keterampilan yang diajarkan oleh Puang Matowa.


Memahami Bissu tidak lepas dari bahasan bagaimana toleransi gender dilakukan dalam taraf kearifan lokal di Indonesia. Apabila kita melihat tradisi di luar Indonesia, mungkin kita mengenal dengan istilah LGBTIQ+, tapi di Indonesia juga sebenarnya konsep demikian merupakan budaya leluhur kita sendiri.

Dengan memperdalam khazanah antropologi budaya tradisi Bugis melalui Bissu, kita mampu menghargai keberagaman lebih baik.


Bacaan lebih lanjut

Abdullah, Hamid. 1985. Manusia Bugis Makassar: Suatu Tinjauan Historis terhadap Pola Tingkah Laku dan Pandangan Hidup Manusia Bugis Makassar, Jakarta: Inti Idayu Press

Kern, R.A. 1993. I La Galigo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Makkulau, F.W. 2008. Manusia Bissu, Makassar: Pustaka Refleksi

Rinaldo, Rachel. 2012. Gender Diversity in Indonesia: Sexuality, Islam, and Queer Selvesby Sharyn Graham Davies; Falling into the Lesbi World: Desire and Difference in Indonesiaby Evelyn Blackwood. The Journal of Asian Studies, 71(3), 842–845. doi:10.2307/23263626


Sumber foto: https://www.bbc.com/indonesia/vert-tra-56854166


Categories

error: Sorry, content is protected!