Sumber: https://www.festivalfilm.id/arsip/title/kucumbu-tubuh-indahku

Memahami Makna Tarian Lengger dari Banyumas Melalui Film Kucumbu Tubuh Indahku

Posted

by

Istilah Lengger adalah bentuk sederhana dari peribahasa Jawa yaitu diarani leng jebule jengger, yang artinya “dikira ayam betina, ternyata ayam jantan”.1 Leng artinya bolongan, simbol urip. Bolongan kehidupan. Sedangkan Ngger dari kata Jengger, jengger ayam. Melalui leng, simbol urip, kehidupan hadir. Maknanya serupa dengan Vagina, lubang kehidupan, lubang di mana peradaban lahir dan hadir. Ngger diartikan sebagai perlambang lelaki yang menguasai dunia. Erat kaitan dengan konsep patriarki, falusentrisme, dan male gaze. Di mana dunia diatur, didominasi, dimaksudkan, hanya dengan atau melalui pandangan laki-laki. Di luar itu, menjadi otherness, l’Autre, orang lain, other, orang asing. Artinya bisa berupa pengayoman, perlindungan, tapi juga bisa berupa yang dimiliki, dijadikan properti, dijadikan budak, dikerjakan, diliyankan. Lengger, satu kata, multi-makna.

Multi-makna dari lengger ini bisa kita pelajari melalui film Kucumbu Tubuh Indahku, garapan Garin Nugroho tahun 2019. Film ini dibuat secara kolaborasi berdasarkan cerita Rianto, yang adalah penari lengger dari Banyumas, di mana menurut Serat Centhini, lengger sudah ada sejak abad ke-18. Rianto adalah Juno, dan sekaligus narator yang menari lengger dalam filmnya.

Film Kucumbu Tubuh Indahku memenangkan 8 dari 12 nominasi pada Film Festival Indonesia 2019. Pun begitu, sesuatu yang membanggakan ini, tidak berlaku bagi masyarakat Indonesia yang menganggap filmnya sebagai hal yang kontroversial, yang menyebabkan beberapa kota tidak mengizinkan adanya pemutaran film ini. Menurut artikel Tirto (2019), film ini mempropagandakan LGBT2 dengan makna yang negatif, menganggap homo erotis yang dianggap liyan pada masyarakat yang anti terhadap non-heteroseksual.

Bagaimana representasi non-heteroseksual pada film Kucumbu Tubuh Indahku? Apakah seksualitas dapat disandingkan dengan spiritualitas? Bagaimana memaknai tarian lengger hari ini?

Seksualitas dan Spiritualitas pada Lengger

Lengger yang lahir di Banyumas ini, merupakan perpaduan seni tari tradisional antara tayub dan ronggeng. Tayub dan ronggeng dimainkan oleh penari perempuan. Sedangkan lengger oleh penari laki-laki yang berperan sebagai sosok perempuan.3 Kita mengenal istilah silang-gender (crossgender) ini sebagai transgender, bisa transpuan atau transpria. Atau dengan istilah ‘banci’. Pada masyarakat Banyumas, konsep transgender atau ‘banci’ ini dikenal dengan kata wandu. Meski ada padanan katanya, penari lengger tidak disebut dengan istilah itu. Hal ini karena mereka menghormati tari lengger sebagai sesuatu yang istimewa. Sesuatu yang ritualistik. Yang digunakan sebagai media untuk berterima kasih kepada Dewi Sri.

Philips dan Abednego (1994), dalam bukunya Dewi Sri dan Kristus, menyebutkan bahwa masyarakat pedesaan menganggap kosmos dibentuk oleh Dewa pada Jawa-Hindu yang hidup secara harmonis dengan makhluk mistis pada Islam, juga roh dari dunia bawah. Maka lengger sebagai ritual bisa diartikan sebagai cara mencapai tujuan dan keselamatan hidup, juga sebagai do’a untuk mendapat hasil tani yang baik dan subur. 

Menjadikan ritual sebagai cara berbicara dengan Dewa, Dewi, Tuhan, Sang Hyang, dan lainnya melalui seseorang yang silang-gender ini, juga dilakukan oleh bissu pada Suku Bugis di Sulawesi Selatan. Suku Bugis mengenal 5 gender, yaitu calalai, calabai, makkunrai, burane,4 termasuk bissu yang dianggap sebagai figur spiritual yang suci, yang terpilih.

Menjadi ‘tangan kanan’ untuk berbicara dengan Tuhan. Menjadi jembatan interpretasi atas bahasa Dewa terhadap manusia. Bissu juga disebut sebagai gender yang netral. Dalam cerita I La Galigo, naskah kuno suku Bugis yang dibuat sekitar abad ke 13-15 M, disebut bahwa kelahiran bissu sama tuanya dengan kehadiran manusia pertama di Bumi; Dalam hal ini, dua manusia yang ‘turun’ ke Bumi ditemani oleh 28 bissu.

Gender yang cair dan bebas dari stigma ini juga dirasakan oleh Rianto sebagai penari lengger. Menurut Rianto, ketika dia menari lengger, ada hal yang muncul dan hilang, seperti feminitas dan maskulinitas dalam tubuhnya. Maka apabila dia berpikir dirinya laki-laki atau perempuan, menurutnya akan tidak adil. Dia menyatakan diri sebagai manusia, sebagai tubuh yang melanjutkan hidup (kehidupan), karena yang dia lakukan adalah untuk ibadah.5 

Juno pada filmnya berkata “Awak inyong hasrat. Serba pingin ngerti apa bae.” artinya saya berhasrat (atau tubuh saya adalah hasrat), selalu ingin tahu apa saja. Bagi Juno, hasratnya lah yang menggerakannya untuk belajar tari lengger. Juno menyebutkan bahwa dirinya tidak mengenal batasan hasrat dalam tubuhnya, atau menurut bahasanya, “Ora ngenal batasan, hasrat sinang jero awak inyong.” Seluruh tubuh Juno mampu mengintip urip dari bolongan yang cilik atau kecil sampai yang gede atau besar. Juno menjadikan tubuh dan hasratnya untuk menari lengger sebagai pengalaman bagi dirinya, atas hidupnya.

Kita bisa menggunakan tubuh sebagai medium untuk mencapai tujuan-tujuan di hidup kita. Seperti untuk mendapat dan menjalin rasa, berdo’a, mencapai makna yang tidak reduktif. Kalau Juno dalam film ini menyebut tubuh sebagai (red-tempat berkumpulnya) pengalaman. Tubuh menjadi penjara sekaligus merupakan tujuan. Pengandaian tubuh sebagai medium berbicara dengan Tuhan juga bisa menjadi sumber kebahagiaan. Dalam Catur Purusartha, hasrat dapat menjadi bagian penting dalam perjalanan dan pengalaman ketubuhan seseorang dalam mencapai Vijnana atau kebijaksanaan.

Gagasan Seksualitas Non-Heteronormatif

Juno menyebutkan bahwa tubuhnya adalah alam, “awak inyong kuwi alam” dan bisa seperti senja yang apabila tidak bisa diurus maka akan menjadi bencana. Melebur di dalam tubuhnya. Sehingga bisa menjadi medan perang, “nang jero awakku ono perang”. 

Kehidupan Juno setelah ditinggal Bapak, Bu’le, dan Pakdhenya berlanjut dengan menjahit, ikut grup lengger ke sana ke mari, sampai disuruh ritual politik mengusap Penis calon Bupati di suatu daerah dengan bubuk kemenyan putih yang katanya untuk mengundang para Dewa. Juno mengeksplorasi seksualitasnya melalui lengger.

Penikmatan hasrat Juno melalui lengger, juga bisa kita temukan dalam diri kita, sesuai preferensi kita. Atas apa yang dikehendaki oleh setiap tubuh yang terlibat. Atas kontemplasi ini, nilai-nilai seksualitas dan spiritualitas pada seseorang dapat berkembang sehingga pemahaman kita tentangnya juga akan terus mengikuti. Tanpa menghakimi. Saling menghormati.

Melalui film Kucumbu Tubuh Indahku, Garin Nugroho menampilkan situasi di mana Juno dan teman-teman lenggernya menjadi grup rentan yang menjadi korban kepentingan politik (red-era reformasi). Grup rentan yang dimaksud bisa disebut dengan grup minoritas pada suatu era atau di suatu daerah. Ia bisa berkaitan dengan isu ras, agama, termasuk seksual itu sendiri. Di sini, kita lihat Juno yang lahir sebagai laki-laki (menurut konstruksi), menjadi lelaki penari lengger yang kental dengan nuansa ekspresi gender feminin. Sebetulnya ini biasa saja bagi penari lengger. Seorang penari lengger bisa menari pada malam hari dan pulang ke rumah menjadi seorang bapak rumah tangga lagi. Pun begitu, situasi bisa rumit pada masyarakat yang tidak menghendaki adanya eksistensi non-heteroseksual. Yang menjadi perempuan ‘namun’ maskulin. Yang menjadi laki-laki ‘namun’ feminin.


Nasibmu kuwi, ono neng lembute tubuhmu.” atau nasibmu ada pada lembutnya tubuhmu. Guru tari lengger di film Kucumbu Tubuh Indahku mekankan itu kepada Juno. Menurut saya, ini menekankan bahwa Juno dan tubuhnya adalah prerogatif dirinya. Nasibnya adalah miliknya. Validator bagi dirinya.

Lengger sebagai lubang kehidupan, sekaligus yang mampu membebaskan dirinya. 

Hari ini, kita bisa saling mencapai Vijnana dengan cara terbuka pada beragamnya ekspresi gender dan seksualitas setiap orang. 


Bacaan lebih lanjut

Akkeren, P. V., and B. Abednego. Dewi Sri dan Kristus. Jakarta, Gunung Mulia, 1995.

J, M. Cooper. Plato: Complete Works. Indianapolis/Cambridge, Hackett Publishing Company, 1997.

Jakarta Post. “‘Lengger’: Cultural and gender identities in the Indonesian tradition.” The Jakarta Post, 2020, https://www.thejakartapost.com/life/2020/06/19/lengger-cultural-and-gender-identities-in-the-indonesian-tradition.html.

S. Radhakrishnan. The Principal Upanishads. Great Britain, Harper Collins, 1996.Tirto.id. “FPI Tolak Film Kucumbu Tubuh Indahku yang Diseleksi Komite Oscar Baca selengkapnya di artikel “FPI Tolak Film Kucumbu Tubuh Indahku yang Diseleksi Komite Oscar.” Tirto.id, 2019, https://tirto.id/fpi-tolak-film-kucumbu-tubuh-indahku-yang-diseleksi-komite-oscar-eieD.

  1. Interpretasi lain dari diarani leng jebule jengger seperti “dikira perempuan ternyata laki-laki” ↩︎
  2. LGBT merupakan akronim dari Lesbian (perempuan tertarik dengan perempuan), Gay (laki-laki tertarik dengan laki-laki), Biseksual (bisa menyukai/tertarik pada dua gender), Transgender (mengubah gender sesuai yang dikehendaki dan tidak terpaku pada konstruksi label gender ketika lahir)/Transeksual (mengubah alat kelamin sesuai yang dikehendaki). Pada bentangan sejarahnya, spektrum LGBT ditambah dengan IQ+, I untuk Interseks (kelamin ganda, atau karakteristik seks yang beragam), dan Q untuk Queer (yang memilih untuk tidak klaim diri sebagai LGBTI). Tanda + sendiri untuk menunjukkan bahwa LGBTIQ+ tidak terbatas pada perkembangan hari ini. ↩︎
  3. Arti dari laki-laki dan perempuan dalam kalimat ini mengacu pada arti cis-gender laki-laki yang maskulin dan perempuan yang feminin. ↩︎
  4. Calalai artinya perempuan maskulin, calabai artinya laki-laki feminin, lalu makkunrai artinya perempuan feminin, dan burane atau oroani artinya laki-laki maskulin. ↩︎
  5.  Obrolan Rianto ini diambil dari artikel Jakarta Post yang ditranslasi dari Bahasa Inggris, “In my dance, it’s on and off in my body – the femininity and masculinity in my body – so if I thought about myself as a man or a woman [in the dance], it wouldn’t be fair to myself. Instead, I am human, a body to continue living, because what I do is for ibadah [prayer]” dan artikelnya bisa dibaca lebih lanjut pada tautan berikut https://www.thejakartapost.com/life/2020/06/19/lengger-cultural-and-gender-identities-in-the-indonesian-tradition.html 
    ↩︎

Sumber foto: https://www.festivalfilm.id/arsip/title/kucumbu-tubuh-indahku


Categories

error: Sorry, content is protected!