Pada tahun 1944, perusahaan Westinghouse mengeluarkan produk Laundromat dan memasarkannya dengan iklan bergambar perempuan yang sedang mencuci menggunakan produknya. Di iklan tersebut juga terdapat gambar laki-laki yang menggunakan handuk seperti baru keluar dari kamar mandi. Perempuan yang digambarkan sedang mencuci adalah perempuan yang memberikan handuk itu kepada laki-laki tersebut dengan penuh perhatian. Deskripsi ini tergambar pada tulisan, “He’ll get out singing glow from bath towels given this expert care!” pada poster iklannya.
Gambar 1
Secara profan, makna dari tulisan tersebut mendeskripsikan sang laki-laki akan bernyanyi dengan bersinar (karena) dari handuk mandi yang diberikan kepadanya adalah hasil perawatan sang perempuan. Bernyanyi menjadi metafora akan kesenangan yang akan didapat oleh laki-laki ketika handuk yang telah dibersihkan atau dirawat dengan baik oleh perempuan itu dia dapatkan. Ini juga yang dianalogikan oleh tulisan dalam iklannya, “To a man’s heart through his Hide”. Secara mendalam, simbolisasi yang ditampilkan oleh iklan tersebut mengandung mitos di belakangnya. Mitos yang dimaksud melibatkan alasan ideologis atau kumpulan motivasi-motivasi mengapa simbol tersebut muncul. Misalnya, dengan mitos berbalut alasan ideologis seksisme, bisa saja simbolisasi penempatan perempuan pada ruang domestik adalah karena kepercayaan proposisi terdapat gender yang lebih unggul daripada yang lain. Seperti peran dikotomis yang diskriminatif karena kepercayaan yang superior adalah laki-laki dan yang inferior adalah perempuan. Perempuan dianggap warga kelas kedua yang dikondisikan untuk mengerjakan urusan domestik belaka, dan tidak bisa masuk ke urusan publik selayaknya laki-laki. Lalu dengan mitos yang mengandung kumpulan motivasi, kita bisa merujuk kontekstualisasi sejarah situasi tahun 1944 ketika iklan-iklan produk rumah tangga memiliki cara pemasaran dengan motivasi yang serupa: objektifikasi peran domestik yang wajib dilakukan oleh perempuan.
Perlawanan terhadap seksisme dan objektifikasi terhadap perempuan di keseharian dan terhadap produk iklan seperti iklan Laundromat telah dilayangkan setidaknya sejak muncul embrio feminisme sebagai aliran pemikiran dan gerakan di akhir abad ke-18. Tentu saja, kita bisa melacak berbagai karya/gerakan dengan nilai feminis di abad-abad sebelumnya. Tapi, yang dimaksud di sini adalah zeitgeist di mana feminisme sebagai istilah atau gerakan digunakan secara kolektif sebagai medium perjuangan yang saling berpengaruh secara pesat. Feminisme sebagai aliran pemikiran atau gerakan memiliki berbagai corak pandangan yang seringkali terbagi ke dalam 3 gelombang. Gelombang 1 dan 2 banyak berbicara tentang kesamaan hak atau sameness dan equality, sementara gelombang 3 berbicara perihal keadilan dalam hal equity. Dalam tulisan ini saya hendak menggunakan kekhasan pemikiran feminisme gelombang 1 & 2 dalam menilik makna iklan Laundromat yang diproduksi oleh Westinghouse pada tahun 1944.
Feminisme gelombang 1 yang dimulai pada abad ke-19 dan memuncak pada awal abad ke-20an memperjuangkan hak perempuan untuk memilih atau voting (suffrage), lalu kesamaan (sameness) akses ruang publik bari perempuan dan laki-laki. Feminisme bercorak liberal, radikal, Marxis dan sosialis berkembang di era ini. Melalui pemikiran khas feminisme gelombang 1, iklan Laundromat dapat dimaknai sebagai medium untuk menormalisasi standarisasi perempuan sebagai penanggungjawab kerja-kerja domestik termasuk mengurus keluarga; utamanya, pihak laki-laki. Bagi feminisme liberal, ruang domestik seharusnya tidak menjadi tempat represi atas kebebasan memilih bagi perempuan, dan ruang publik tidak boleh dilimitasi hanya untuk laki-laki saja. Bagi feminisme Marxis, pembagian kerja berdasarkan kelas, dalam hal ini kelas laki-laki dan kelas perempuan, mencerminkan relasi eksploitatif seperti kelas borjuis terhadap kelas proletar. Apabila kelas laki-laki dan perempuan dalam asosiasinya dengan ruang publik dan privat berjalan dengan moda produksi yang eksploitatif, maka perlu dihancurkan agar mencapai kesetaraan. Maka apabila iklan Laundromat tidak eksploitatif, laki-laki juga dapat divisualisasikan sebagai pihak yang dapat melakukan kerja-kerja domestik. Begitupun perempuan, dapat beraktivitas di ruang publik. Tapi memang kritik ini juga menuju pada iklan-iklan perabotan rumah tangga pada zaman itu: syarat akan seksisme dan masyarakat umum menganggapnya biasa.
Selanjutnya feminisme gelombang 2 dimulai pada tahun 1960an/1970an. Isu yang diperjuangkan mengacu pada pembebasan perempuan untuk akses hak hukum dan sosial. Di era ini terjadi pergeseran ranah perjuangan dari yang praksis (di gelombang 1) ke arah teoritis. Slogan the personal is political menjadi jargon bersama untuk mengidentifikasi ketidaksetaraan budaya dan politik yang erat kaitannya dengan struktur kekuasaan seksis. Feminisme bercorak psikoanalisis dan eksistensialis mulai muncul di era ini. Feminisme psikoanalisis berusaha mengkritik proposisi psikoanalisis yang seringkali menjustifikasi narasi bahwa perempuan adalah entitas cacat daripada laki-laki yang adalah manusia bebas. Lalu pada feminisme eksistensialis, melalui pemikiran Simone de Beauvoir dalam bukunya The Second Sex (first published, 1949), perempuan didorong untuk membebaskan diri untuk menjadi subjek otentik. Keduanya dapat ditarik pada kesimpulan mengkritik status quo yang dihasilkan oleh kultur patriaki, di mana perempuan didefinisikan sebagai other atau yang lain, yang subordinat, yang tidak bebas memilih. Pendapat ini dapat menjadi kritik terhadap iklan Laundromat yang menormalisasi visualisasi perempuan sebagai yang lain. Betty Friedan, menurut Maclaran (2012) juga menjelaskan bahwa struktur patriarkis dalam kelurga adalah alat untuk mengontrol perempuan melalui kerja-kerja domestik, lantas mendefinisikannya dengan terbatas sebagai istri dan seorang Ibu. Friedan melihat iklan-iklan yang mengobjektifikasi perempuan sebagai penyebar ideologi patriarkis.
Iklan Laundromat menunjukkan ilustrasi bagaimana mencuci yang benar dapat dilakukan ketika menggunakan mesin cuci Laundromat yang diproduksi oleh Westinghouse. Karenanya, calon pembeli tertarik untuk membeli mesin cucinya. Melalui Laundromat, seorang perempuan dapat merawat berbagai pakaian yang dapat membahagiakan seorang laki-laki. Iklan ini bukan satu-satunya iklan perabotan rumah tangga dengan konten yang menarasikan kesucian pekerjaan rumah tangga bagi perempuan. Semangat zaman pada saat itu menjadikan konten objektifikasi perempuan menjadi sesuatu yang dianggap lumrah. Apabila kita lihat historisitas konteksnya, tahun 1944 adalah tahun menuju Perang Dunia II dan Perang Vietnam. Pengkondisian perempuan sebagai penanggung jawab urusan domestik memiliki asosiasi bagaimana para laki-laki diwajibkan mengikuti perang. Berbagai domain, termasuk iklan, menjadi medium untuk konstruksi ide-ide patriarkis yang eksploitatif supaya perempuan dapat mengerjakan hal domestik dengan rasa bangga bahkan patriotik.
Referensi
- Beauvoir, S. D. (2012). The Second Sex (C. Borde & S. Malovany-Chevallier, Trans.). Knopf Doubleday Publishing Group.
- Evans, R. (1998). Simone de Beauvoir’s The Second Sex: New Interdisciplinary Essays (R. Evans, Ed.). Manchester University Press.
- Haas, B. (2022, April 7). Charles Fourier: The man who coined the term ‘feminism’ – DW – 04/07/2022. DW. Retrieved October 22, 2022, from https://www.dw.com/en/charles-fourier-the-man-who-coined-the-term-feminism/a-61379159
- Maclaran, P. (2012). Marketing and feminism in historic perspective. Journal of Historical Research in Marketing, 4(3), 462-469. http://dx.doi.org/10.1108/17557501211252998
- Whitcomb, J., Dohanos, S., Ludekens, F., & Bingham, J. (n.d.). Westinghouse ~ Kitchen Appliance Adverts [1944-1945] “Laundromat” | Retro Musings. Ghost of the Doll. Retrieved October 22, 2022, from https://www.ghostofthedoll.co.uk/retromusings/westinghouse-laundromat-washing-machine-adverts-1944-1945/